Jumat, 05 Oktober 2012

Financial Freedom

 


Sebagai penyimak program sekaligus pemerhati perkembangan sekitar, hati dan jiwa saya berbaur multi rasa. Kagum atas kepiawaian para ahli berbicara tentang hal yang memang dikuasainya, ikut bangga dengan teman-teman yang berhasil di bidangnya sekalipun barangkali sang teman itu tidak tahu bahwa saya membanggakan dia. Atau, justru.. kadang-kadang timbul juga rasa kuatir saya  dengan dampak negatif atas mentalitas komunal bangsa ini gara-gara semangat para motivator yang begitu menggebu, tetapi mungkin kurang memikirkan relevansi dan akibat dari sebuah seminar motivasi tentang terobosan-terobosan tertentu... Demi dinilai maju dan bisa sukses, orang rela melakukan apa saja yang penting berhasil. Dan ukuran sukses salah satunya adalah uang.
Financial Freedom. 

 Ah, indahnya, bilamana kita ingin punya sesuatu atau ingin beli sesuatu: tinggal tunjuk saja di rak kaca di mall, lihat-lihat atau coba-coba sedikit.. lalu beli. Atau, kalau sudah bosan dengan satu warna tertentu dari kendaraan yang saya pakai dan ingin ganti tipe atau warna lain, dengan mudah melemparnya ke tempat barang bekas, dan beli lagi yang baru. Apakah dunia financial freedom seperti itu yang sungguh-sungguh saya inginkan? Saya merenung.

 Tidak juga.

Kalau saya menganggap kebebasan finansial adalah identik dengan saya bebas menggunakan uang saya untuk apa dan bagaimana semau saya – maka saya sudah menjadi seorang yang boros tidak pada tempatnya. Apakah perlu sedemikian membelanjakan uang yang saya miliki untuk memuaskan kesenangan saya?

Mungkin tidak.

Akan tetapi.. manakala saya berpikir bahwa mungkin saja saya tidak terlalu memerlukan belanja ini dan itu.. karena yang ada tersebut akhirnya tidak lagi menjadi daya tarik utama dalam hidup saya – atau karena saya merasa bebas olehnya— maka saya bisa masuk dalam tahap tidak peduli ada uang berapa, saya akan gunakan sewaktu saya butuh, saya tidak akan gunakan untuk hal-hal yang menurut saya tidak perlu... Jadi, uang ya uang. saya ya saya. Apa begitu?

 Lalu, bagaimana bila saya masuk ke dalam kategori orang yang apa adanya dalam penampilan, dalam keseharian, dan seterusnya...? Artinya, sekalipun saya ada memiliki cukup banyak uang untuk dibelanjakan guna menikmati hidup, saya memilih tetap hidup apa adanya... lalu, kalau demikian halnya, uang saya untuk apa?

Menjadi cukup irit atau berhemat sehingga cenderung pelit, padahal uangnya tersedia tentulah juga bukan merupakan konsep financial freedom. 

Suatu ketika, saya memilih berjalan di pertokoan elit, kebetulan kala itu saya sedang mengenakan pakaian yang cukup pantas dan terlihat cukup terpandang dari penampilan sehingga kalau saya masuk ke satu outlet di situ, sales promotion girl segera menghampiri, “Bisa dibantu, Bu?” Saya membalas dengan senyum dan sebuah anggukan kecil. Lalu berkata singkat, “Lihat-lihat dulu, ya Mbak.”

Saya memang murni ingin melihat-lihat. Lain tidak. Jujur saja, memang saya tidak punya cukup uang untuk berbelanja barang pribadi yang bagi saya termasuk mewah atau  terlalu elit bagi saya.

Namun, hati saya senang melihat barang-barang bagus itu. Ada beberapa sepatu yang saya coba untuk mengenakannya.. dan ada tas-tas wanita terbaru yang saya lihat warna, model, maupun bentuknya... Lalu, hati kecil saya berkata, “Kalau kamu punya uangnya, akankah kamu membelinya?’

Saya pulang dengan renungan tersebut sepanjang jalan... sepanjang malam.. dan beberapa hari berikutnya....

AHAaaaa.......!!!!!!!!!!!
Saya menemukan jawabannya.

“Betul juga, ya...” Kalau saya punya uang pada waktu saya melihat-lihat barang secara iseng, sangat mungkin saya akan membelinya, terlepas dari apakah saya sangat membutuhkannya atau tidak. Semakin keinginan hati saya diikuti, semakin besar dorongan saya untuk memuaskannya lebih lagi. Semakin sering saya akan pergi shopping yang semula sifatnya hanya window shopping menjadi shopping beneran. Sangat mungkin pula, lalu, saya mencantumkan dalam agenda saya pada keterangan hobby: BELANJA.

Apakah itu arti Financial Freedom yang saya tuju?  Yang penting kaya, punya duit sehingga ada kebutuhan apa pun bisa dengan mudah kita penuhi.

Lalu, saya merenung kembali... sambil mencari beberapa bacaan menarik tentang masalah keuangan. Kenapa saya temukan nada sama: bahwa kita berhak kaya – atau kaya itu asyik...  tetapi sedikit yang berbicara bagaimana kalau tidak terlalu kaya, tetapi tetap asyik?

Renungan saya tentang konsep Financial Freedom pun akhirnya bergeser...

Alangkah senangnya kalau saya termasuk dalam kategori orang terkaya. Menjadi kaya itu menyenangkan, dan sah-sah saja..  tapi, mensyukuri berapa yang ada pada saya sekarang seraya tetap mengusahakan yang terbaik yang dapat saya buat dalam segala aspek hidup saya, itu menjadi hal yang jauh lebih penting bagi saya sekarang ini.

Saya harus sadar bahwa saya memiliki cukup uang. Terlalu banyak tidak, terlalu sedikit juga tidak. Banyak atau sedikit bukanlah  masalah-nya.  Yang jelas, ketika uang terbilang sedikit, saya tidak nelangsa, ketika uang dirasa terlalu banyak saya tahu ke mana atau bagaimana mengalokasikannya untuk menjadi manfaat yang berguna bukan hanya untuk memuaskan keinginan hati saya.

Artinya lagi... sebetulnya Financial Freedom tidak melulu bicara Finance – yang berarti berkaitan langsung dengan adanya uang, atau keahlian mengelola uang.  Saya sendiri lebih condong kepada kata Freedom yang mengemuka di depan, baru setelahnya Financial yang dijelaskan. 

Kebebasan finansial merujuk kepada pemahaman yang benar tentang makna bebas. Baru masuk ke dalam tahap pengertian yang benar tentang keuangan.

Saya memutuskan untuk memilih kata bebas sebagai kata yang penting dan signifikan untuk diadopsi terlebih dahulu sehingga dapat menyikapi masalah finansial secara benar.
Bebas berarti saya tidak terikat. Bebas berarti saya tidak terbeban. Bebas berarti lepas. Bebas berarti merdeka. Dan itu dimulai dengan pengertian yang benar tentang hati dan jiwa saya: mau terikat pada apa?  Bisakah saya sepenuhnya memiliki hati yang bebas? Jadi individu yang sama sekali bebas, sedangkan kita hidup sebagai bagian dari satu komunitas tertentu atau satu tatanan sosial tertentu?

Alangkah indahnya hidup bilamana setiap orang dapat memahami hakkat “hati dan jiwa” yang terbebas namun tetap memahami konteks keterkaitan dalam hubungan antar manusia dan lingkungannya.

Dalam konteks keuangan, maka itu dapat berarti bahwa  hati dan jiwa saya bebas dari keterikatan dengan hal-hal yang berkorelasi dengan uang. Maksudnya?

Uang tidak boleh menjadi indikator kebebasan saya. 
Ada uang saya merasa punya harga diri, dipandang sukses, punya kepribadian, punya predikat, dan lain-lain. Sehingga uang lah yang menjadi “merek generik” atas kata sukses. Tidak juga, kan? Apa jadinya kalau hari ini saya punya uang satu miliar rupiah, lalu esok pagi uang tersebut tiba-tiba lenyap karena bencana atau apa pun juga? Masihkah saya cukup kuat menyikapi hidup dengan hati dan jiwa yang bebas, tanpa merasa sakit?

Uang tidak berkaitan langsung dengan kebebasan dalam memutuskan membelanjakan atau menggunakan uang saya
Kalau saya punya uang semiliar, saya akan membagi rejeki saya dengan yang gak punya. Lalu, kalau uang saya baru ada dalam bilangan sejuta, apakah saya akan memberikan bagian saya juga untuk mereka?  Kalau saya harus menunggu indikator saya kaya baru saya belajar berbagi dengan orang yang memerlukan, maka saya sesungguhnya kurang memahami arti bersyukur atas setiap rejeki yang sudah Tuhan berikan dalam hidup saya, dan kurang belajar menerima realitas kehidupan atas orang-orang yang pantas ditolong atau diberkati oleh kehadiran saya sehingga hidup saya menjadi bermakna.

Jadi,

Akhirnya kebebasan finansial bisa bermakna kemandirian atau keberdikarian seseorang dari hal-hal yang bersifat materi – dan orang itu tidak berfokus kepada besarannya. 
Kita akan sungguh-sungguh bebas secara finansial manakala kita sudah dapat memiliki sikap iman yang benar tentang kehidupan. Ada uang saya bersyukur, tidak ada uang saya tidak menjadi senewen, pencuri, perampok, atau nekad melakukan berbagai hal agar saya punya. Namun, dengan sadar diri dan iman yang benar saya akan tetap berusaha untuk supaya saya dapat memperoleh dan memiliki uang sesuai kapasitas kesanggupan saya mengelola serta  kepercayaan pihak lain bagi saya untuk mengelolakannya. Dan itu di dalamnya ada “anugerah” yang Tuhan percayakan.

Kebebasan finansial seharusnya dapat disikapi secara bijak dengan cara: uang tidak akan menjadi alat kendali kehidupan saya dan orang-orang lain yang ada di bawah atau di dalam pengaruh saya –karena manusia lebih berharga dari uang— sehingga saya pun memang membebaskan nilai-nilai hidup saya dari hal-hal yang sifatnya terukur secara materi..; sekalipun saya tetap berlaku jujur dan santun bahwa ada apresiasi material tertentu yang layak diterima atas setiap usaha yang dilakukan. Prinsip ini akan menuntun kita kepada pola hidup yang  ingin lebih atau serakah tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Orang-orang yang terus menerus ingin mendapatkan lebih karena merasa telah atau sanggup memberi lebih akhirnya pun bisa terjerat kepada rasa frustrasi karena merasa tidak puas  dengan pencapaian sebelumnya....  wahai...

Seandainya saja kita paham bahwa di dunia ini ada terlalu banyak hal yang tidak dapat ternilai dengan uang, maka konsep financial freedom harus menjadi satu konsep yang holistik bukan melulu bagaimana uang bekerja bagi kita, tetapi juga bagaimana kita menempatkan diri di antara uang dan nilai-nilai kehidupan. Dan, karena itu, pengertian tentang finansial freedom sebagai kunci dari sikap hidup yang benar layak ditelaah dan terus digali... agar kita tidak bergeser ke jalur yang salah dalam memaknai tujuan hidup selagi kita masih dapat bernapas. Uang bukanlah tujuan. Kebebasan sudah terlebih dahulu ada pada hakekat hidup kita. Mengapa kita menjadi terikat padanya?

--
Salam Sukses Selalu,



Sifra Susi Langi

3 komentar:

Unknown mengatakan...

kita juga punya nih artikel mengenai finansial, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2636/1/Ekon-17.pdf
semoga bermanfaat

Unknown mengatakan...

kita juga punya nih artikel mengenai finansial, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2636/1/Ekon-17.pdf
semoga bermanfaat

Unknown mengatakan...

mantap artikel2 nya :) trims ya sista atas sharing nya