Sebagai penyimak program sekaligus pemerhati perkembangan
sekitar, hati dan jiwa saya berbaur multi rasa. Kagum atas kepiawaian para ahli
berbicara tentang hal yang memang dikuasainya, ikut bangga dengan teman-teman
yang berhasil di bidangnya sekalipun barangkali sang teman itu tidak tahu bahwa
saya membanggakan dia. Atau, justru.. kadang-kadang timbul juga rasa kuatir
saya dengan dampak negatif atas mentalitas komunal bangsa ini gara-gara
semangat para motivator yang begitu menggebu, tetapi mungkin kurang memikirkan
relevansi dan akibat dari sebuah seminar motivasi tentang terobosan-terobosan
tertentu... Demi dinilai maju dan bisa sukses, orang rela melakukan apa saja
yang penting berhasil. Dan ukuran sukses salah satunya adalah uang.
Financial Freedom.
Kalau saya menganggap kebebasan finansial adalah identik
dengan saya bebas menggunakan uang saya untuk apa dan bagaimana semau saya –
maka saya sudah menjadi seorang yang boros tidak pada tempatnya. Apakah perlu
sedemikian membelanjakan uang yang saya miliki untuk memuaskan kesenangan saya?
Mungkin tidak.
Akan tetapi.. manakala saya berpikir bahwa mungkin saja
saya tidak terlalu memerlukan belanja ini dan itu.. karena yang ada tersebut
akhirnya tidak lagi menjadi daya tarik utama dalam hidup saya – atau karena
saya merasa bebas olehnya— maka saya bisa masuk dalam tahap tidak peduli ada
uang berapa, saya akan gunakan sewaktu saya butuh, saya tidak akan gunakan
untuk hal-hal yang menurut saya tidak perlu... Jadi, uang ya uang. saya ya
saya. Apa begitu?
Menjadi cukup irit atau berhemat sehingga cenderung
pelit, padahal uangnya tersedia tentulah juga bukan merupakan konsep financial
freedom.
Suatu ketika, saya memilih berjalan di pertokoan elit,
kebetulan kala itu saya sedang mengenakan pakaian yang cukup pantas dan
terlihat cukup terpandang dari penampilan sehingga kalau saya masuk ke satu
outlet di situ, sales promotion girl segera menghampiri, “Bisa dibantu, Bu?”
Saya membalas dengan senyum dan sebuah anggukan kecil. Lalu berkata singkat,
“Lihat-lihat dulu, ya Mbak.”
Saya memang murni ingin melihat-lihat. Lain tidak. Jujur
saja, memang saya tidak punya cukup uang untuk berbelanja barang pribadi yang
bagi saya termasuk mewah atau terlalu elit bagi saya.
Namun, hati saya senang melihat barang-barang bagus itu.
Ada beberapa sepatu yang saya coba untuk mengenakannya.. dan ada tas-tas wanita
terbaru yang saya lihat warna, model, maupun bentuknya... Lalu, hati kecil saya
berkata, “Kalau kamu punya uangnya, akankah kamu membelinya?’
Saya pulang dengan renungan tersebut sepanjang jalan...
sepanjang malam.. dan beberapa hari berikutnya....
AHAaaaa.......!!!!!!!!!!!
Saya menemukan jawabannya.
“Betul juga, ya...” Kalau saya punya uang pada waktu saya
melihat-lihat barang secara iseng, sangat mungkin saya akan membelinya,
terlepas dari apakah saya sangat membutuhkannya atau tidak. Semakin keinginan
hati saya diikuti, semakin besar dorongan saya untuk memuaskannya lebih lagi.
Semakin sering saya akan pergi shopping yang semula sifatnya hanya window
shopping menjadi shopping beneran. Sangat mungkin pula, lalu, saya mencantumkan
dalam agenda saya pada keterangan hobby: BELANJA.
Apakah itu arti Financial Freedom yang saya tuju?
Yang penting kaya, punya duit sehingga ada kebutuhan apa pun bisa dengan mudah
kita penuhi.
Lalu, saya merenung kembali... sambil mencari beberapa
bacaan menarik tentang masalah keuangan. Kenapa saya temukan nada sama: bahwa
kita berhak kaya – atau kaya itu asyik... tetapi sedikit yang berbicara
bagaimana kalau tidak terlalu kaya, tetapi tetap asyik?
Renungan saya tentang konsep Financial Freedom pun
akhirnya bergeser...
Alangkah senangnya kalau saya termasuk dalam kategori
orang terkaya. Menjadi kaya itu menyenangkan, dan sah-sah saja.. tapi,
mensyukuri berapa yang ada pada saya sekarang seraya tetap mengusahakan yang
terbaik yang dapat saya buat dalam segala aspek hidup saya, itu menjadi hal
yang jauh lebih penting bagi saya sekarang ini.
Saya harus sadar bahwa saya memiliki cukup uang. Terlalu
banyak tidak, terlalu sedikit juga tidak. Banyak atau sedikit bukanlah
masalah-nya. Yang jelas, ketika uang terbilang sedikit, saya tidak
nelangsa, ketika uang dirasa terlalu banyak saya tahu ke mana atau bagaimana
mengalokasikannya untuk menjadi manfaat yang berguna bukan hanya untuk
memuaskan keinginan hati saya.
Artinya lagi... sebetulnya Financial Freedom tidak melulu
bicara Finance – yang berarti berkaitan langsung dengan adanya uang, atau
keahlian mengelola uang. Saya sendiri lebih condong kepada kata Freedom
yang mengemuka di depan, baru setelahnya Financial yang dijelaskan.
Kebebasan finansial merujuk kepada pemahaman yang benar
tentang makna bebas. Baru masuk ke dalam tahap pengertian yang benar tentang
keuangan.
Saya memutuskan untuk memilih kata bebas sebagai kata
yang penting dan signifikan untuk diadopsi terlebih dahulu sehingga dapat
menyikapi masalah finansial secara benar.
Bebas berarti saya tidak terikat. Bebas berarti saya
tidak terbeban. Bebas berarti lepas. Bebas berarti merdeka. Dan itu dimulai
dengan pengertian yang benar tentang hati dan jiwa saya: mau terikat pada
apa? Bisakah saya sepenuhnya memiliki hati yang bebas? Jadi individu yang
sama sekali bebas, sedangkan kita hidup sebagai bagian dari satu komunitas
tertentu atau satu tatanan sosial tertentu?
Alangkah indahnya hidup bilamana setiap orang dapat
memahami hakkat “hati dan jiwa” yang terbebas namun tetap memahami konteks
keterkaitan dalam hubungan antar manusia dan lingkungannya.
Dalam konteks keuangan, maka itu dapat berarti
bahwa hati dan jiwa saya bebas dari keterikatan dengan hal-hal yang
berkorelasi dengan uang. Maksudnya?
Uang tidak boleh menjadi indikator kebebasan saya.
Ada uang saya merasa punya harga diri, dipandang sukses,
punya kepribadian, punya predikat, dan lain-lain. Sehingga uang lah yang
menjadi “merek generik” atas kata sukses. Tidak juga, kan? Apa jadinya kalau
hari ini saya punya uang satu miliar rupiah, lalu esok pagi uang tersebut
tiba-tiba lenyap karena bencana atau apa pun juga? Masihkah saya cukup kuat
menyikapi hidup dengan hati dan jiwa yang bebas, tanpa merasa sakit?
Uang tidak berkaitan langsung dengan kebebasan dalam
memutuskan membelanjakan atau menggunakan uang saya
Kalau saya punya uang semiliar, saya akan membagi rejeki
saya dengan yang gak punya. Lalu, kalau uang saya baru ada dalam bilangan
sejuta, apakah saya akan memberikan bagian saya juga untuk mereka? Kalau
saya harus menunggu indikator saya kaya baru saya belajar berbagi dengan orang
yang memerlukan, maka saya sesungguhnya kurang memahami arti bersyukur atas
setiap rejeki yang sudah Tuhan berikan dalam hidup saya, dan kurang belajar
menerima realitas kehidupan atas orang-orang yang pantas ditolong atau
diberkati oleh kehadiran saya sehingga hidup saya menjadi bermakna.
Jadi,
Akhirnya kebebasan finansial bisa bermakna kemandirian
atau keberdikarian seseorang dari hal-hal yang bersifat materi – dan orang itu
tidak berfokus kepada besarannya.
Kita akan sungguh-sungguh bebas secara finansial manakala
kita sudah dapat memiliki sikap iman yang benar tentang kehidupan. Ada uang
saya bersyukur, tidak ada uang saya tidak menjadi senewen, pencuri, perampok,
atau nekad melakukan berbagai hal agar saya punya. Namun, dengan sadar diri dan
iman yang benar saya akan tetap berusaha untuk supaya saya dapat memperoleh dan
memiliki uang sesuai kapasitas kesanggupan saya mengelola serta
kepercayaan pihak lain bagi saya untuk mengelolakannya. Dan itu di dalamnya ada
“anugerah” yang Tuhan percayakan.
Kebebasan finansial seharusnya dapat disikapi secara
bijak dengan cara: uang tidak akan menjadi alat kendali kehidupan saya dan
orang-orang lain yang ada di bawah atau di dalam pengaruh saya –karena manusia
lebih berharga dari uang— sehingga saya pun memang membebaskan nilai-nilai
hidup saya dari hal-hal yang sifatnya terukur secara materi..; sekalipun saya
tetap berlaku jujur dan santun bahwa ada apresiasi material tertentu yang layak
diterima atas setiap usaha yang dilakukan. Prinsip ini akan menuntun kita
kepada pola hidup yang ingin lebih atau serakah tanpa memperhatikan
kepentingan orang lain. Orang-orang yang terus menerus ingin mendapatkan lebih
karena merasa telah atau sanggup memberi lebih akhirnya pun bisa terjerat
kepada rasa frustrasi karena merasa tidak puas dengan pencapaian
sebelumnya.... wahai...
Seandainya saja kita paham bahwa di dunia ini ada terlalu
banyak hal yang tidak dapat ternilai dengan uang, maka konsep financial freedom
harus menjadi satu konsep yang holistik bukan melulu bagaimana uang bekerja
bagi kita, tetapi juga bagaimana kita menempatkan diri di antara uang dan
nilai-nilai kehidupan. Dan, karena itu, pengertian tentang finansial freedom
sebagai kunci dari sikap hidup yang benar layak ditelaah dan terus digali...
agar kita tidak bergeser ke jalur yang salah dalam memaknai tujuan hidup selagi
kita masih dapat bernapas. Uang bukanlah tujuan. Kebebasan sudah terlebih
dahulu ada pada hakekat hidup kita. Mengapa kita menjadi terikat padanya?
--
Salam Sukses Selalu,
Sifra Susi Langi
3 komentar:
kita juga punya nih artikel mengenai finansial, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2636/1/Ekon-17.pdf
semoga bermanfaat
kita juga punya nih artikel mengenai finansial, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2636/1/Ekon-17.pdf
semoga bermanfaat
mantap artikel2 nya :) trims ya sista atas sharing nya
Posting Komentar